Manusia terlahir dengan banyak
keinginan. Ingin memiliki rumah besar, mobil bagus, handphone paling mutakhir,
baju baru, jam mewah dan berbagai hal lainnya. Sebagian kecil dari keinginan
tersebut adalah kebutuhan, tapi sebagian besarnya biasanya tidak. Dalam posting
ini, saya ingin membedakan antara keinginan dan kebutuhan terkait dengan
perencanaan keuangan keluarga.
Mengenali
Perbedaan Antara Keinginan dan Kebutuhan
Apa yang Anda inginkan tidak selalu
Anda butuhkan. Perbedaan antara keinginan (wants) dan kebutuhan (needs)
penting untuk dikenali agar kita tidak jatuh ke dalam hidup konsumtif dan suka
membeli sesuatu tanpa rencana (impulse buying). Dalam kehidupan modern
ini, seringkali batas antara keinginan dan kebutuhan menjadi kabur. Berbagai
iklan, informasi, rekomendasi dan lain-lain mengubah cara pandang akan sesuatu.
Hal yang tadinya dianggap keinginan mewah, perlahan berubah menjadi keinginan
yang wajar sampai akhirnya berubah menjadi sebuah kebutuhan.Ketika ini terjadi,
tak jarang kebutuhan yang lebih utama dan penting malah mendapat prioritas
belakangan.
Kebutuhan adalah fungsi dasar atas
sesuatu yang secara esensial diperlukan: makan untuk memenuhi nutrisi, tempat
tinggal untuk istirahat, transportasi untuk bekerja, pendidikan untuk masa
depan anak dan lain-lain.
Sedangkan keinginan adalah semua
fungsi tambahan yang jika tidak ada sebenarnya tidak mengganggu hidup Anda akan
tetapi Anda mengharapkan untuk bisa mendapatkan fungsi tambahan tersebut.
Makanan yang mahal, rumah yang besar dan mewah, mobil baru dan mengkilat, dan
seterusnya. Keinginan seringkali merupakan perwujudan untuk menegaskan status
sosial seseorang sekaligus membuktikan kepada orang lain bahwa dia mampu
memilikinya.
Keinginan
yang Mengalahkan Kebutuhan
Apakah sebuah keinginan tidak boleh
dipenuhi? Menurut pendapat saya boleh-boleh saja asalkan semua kebutuhan yang
penting telah mendapat perhatian. Jangan sampai sebuah keinginan yang remeh
temeh menggeser kebutuhan yang lebih penting dan esensial.
Sebagai contoh, ada keluarga yang
rela mengambil kredit untuk membeli sebuah TV LCD baru berharga di atas 10 juta
rupiah. Padahal sebelumnya keluarga tersebut masih memiliki TV yang cukup baik
dan besar meskipun sudah berumur beberapa tahun. Dengan pembelian TV baru tadi
mau tidak mau mengganggu pengeluaran rutin keluarga tersebut sampai-sampai uang
sekolah anak harus menunggak karena tagihan kredit yang jatuh tempo.
Contoh lain adalah seorang eksekutif
muda yang menyukai teknologi. Sekitar 6 bulan lalu dia telah membeli Smartphone
berharga 4 jutaan. Dengan maraknya pengguna Blackberry belakangan ini,
sang eksekutif muda pun tergoda dan menghabiskan lebih dari setengah gaji
bulanannya untuk memenuhi keinginan tersebut. Dengan mainan baru tersebut, dia
bisa chatting kapan saja, melakukan update statusnya di situs
Facebook, sampai menerima email secara instan. Dengan pembelian Blackberry
tersebut, sang eksekutif muda kesulitan untuk membiayai pengeluarannya pada
bulan berjalan termasuk membantu membayarkan uang kuliah adiknya yang selama
ini dia lakukan.
Dari kedua contoh di atas kita akan
melihat apa yang sebenarnya menjadi kebutuhan dan apa yang merupakan keinginan
belaka.
Pada contoh pertama yakni pembelian
TV LCD, keluarga tersebut membutuhkan TV untuk menonton berita sekaligus
hiburan keluarga. Kebutuhan tersebut sebenarnya terpenuhi karena TV lama yang
dimiliki berukuran cukup besar yakni 29 inch dan seluruh anggota keluarga cukup
puas menggunakannya. Akan tetapi muncul keinginan untuk mengganti dengan LCD TV
agar ruang keluarga terlihat lebih elegan dan mewah. Meskipun sebenarnya lebar
layar yang ditawarkan tidak jauh berbeda dari TV yang lama. Layar LCD memang
terlihat lebih menarik, namun sebenarnya secara total tidak memberi perbedaan
signifikan bagi keluarga tersebut.
Pada contoh yang pertama ini,
keluarga tersebut telah mengorbankan kepentingan dan kebutuhan yang lebih utama
yakni pendidikan anak. Dengan pembelian tersebut, mereka harus membayar cicilan
yang lumayan setiap bulannya sehingga sedikit mengganggu pengeluaran rutin
bulanan termasuk membayar uang sekolah anak yang juga cukup mahal. Keluarga ini
telah mengubah keinginan menjadi kebutuhan dan sebaliknya kebutuhan digeser
pada urutan yang lebih bawah.
Sekarang kita lihat contoh kedua.
Eksekutif muda yang satu ini sebenarnya sudah cukup puas dengan Smartphone-nya.
Meskipun tidak secanggih Blackberry, namun device yang lama juga memiliki
kemampuan untuk akses internet. Adapun email memang tidak bisa diakses instan
namun masih bisa disinkronkan dari komputer sehingga bisa dibaca dalam
perjalanan.
Pada contoh kedua, yang menjadi
kebutuhan adalah alat komunikasi, terutama suara dan sms. Kebutuhan internet
sebenarnya sudah lebih dari cukup terpenuhi dari komputer yang ada. Namun
keinginan akan alat yang baru karena banyak orang memakainya membuat gengsi
sang eksekutif muda terpancing. Dia pun mengorbankan kebutuhan lain yang lebih
penting demi menyalurkan hasrat menginginkan sesuatu.
Mengelola Keinginan
Ketika seseorang menginginkan
sesuatu, seringkali aspek emosional lebih mendominasi daripada aspek rasional.
Bayangkan ketika Anda berjalan-jalan ke mall kemudian melihat tas yang bagus.
Anda sangat ingin memilikinya karena tas tersebut akan match dengan gaya
Anda sekaligus dapat ditunjukkan kepada rekan-rekan waktu pertemuan bersama
minggu depan. Aspek emosional yang muncul adalah hasrat kuat untuk memiliki
sehingga seolah-olah menjadi kebutuhan.
Jika kita berhenti sejenak dan
berpikir, maka Anda bisa mempertimbangkan keputusan pembelian dengan lebih
jernih. Anda akan berpikir bahwa di rumah masih ada 3 tas bagus yang jarang
dipakai. Tas yang baru dilihat inipun mungkin hanya akan terpakai beberapa
kali. Kalau dibeli, harganya cukup mahal sementara kegunaannya terbatas. Untuk
memenuhi gengsi mungkin terlihat diperlukan tapi secara fungsi sebenarnya tidak
ada yang berbeda.
Lantas, apakah setiap keinginan
selalu tidak baik dan tidak boleh dipenuhi? Jawabannya adalah tergantung
kondisi dan kemampuan Anda saat itu. Jika Anda memiliki banyak uang, membeli
barang yang mahal dan memiliki prestise tentu sah-sah saja asalkan bukan dengan
niat menyombongkan diri. Sebaliknya jika penghasilan Anda masih terbatas tapi
memaksakan, maka di sinilah letak permasalahannya. Orang yang memiliki uang
banyak sekalipun bukan berarti bisa memenuhi apa yang diinginkannya. Prinsip
utama adalah pengendalian diri, pengendalian keinginan, dan menilai secara
bijak apa yang perlu dipenuhi dan apa yang tidak. Dengan demikian Anda menjadi
pengambil keputusan yang bijaksana.
Tips
Mengelola Keinginan dan Kebutuhan
Berikut adalah tips sederhana yang
dapat Anda pakai untuk mengelola segala keinginan dan kebutuhan dengan lebih
baik:
- Susun segala kebutuhan Anda
- Prioritaskan kebutuhan tersebut dan pastikan terpenuhi lebih dahulu
- Tentukan beberapa hal yang menjadi keinginan Anda
- Tanyakan kepada diri Anda seberapa besar Anda membutuhkan dan mengharapkan keinginan-keinginan tadi dan buat skala prioritas
- Jika Anda memiliki kelebihan dana, silakan lihat daftar keinginan yang mungkin dipenuhi setelah memastikan kebutuhan penting telah terpenuhi. Tanyakan pula pada diri Anda apakah kelebihan dana tersebut pantas digunakan untuk memenuhi keinginan atau ada tempat lain yang lebih membutuhkan dan lebih berhak atas kelebihan tersebut.
- Jika Anda tidak memiliki kelebihan dana, hindari melihat benda-benda yang bisa menciptakan munculnya keinginan karena akan menjadi obsesi.
- Jika Anda terlanjur tertarik dan memiliki keinginan untuk membeli sesuatu, hindari untuk membeli langsung pada saat itu. Netralkan emosi dan perasaan Anda dan biarkan aspek rasional Anda mengimbangi. Nanti setelah pertimbangan Anda sudah lebih wajar dan adil, Anda dapat memutuskan apakah barang yang menarik hati tadi perlu untuk dibeli atau tidak.
Mulai sekarang, mari rencanakan
pengeluaran Anda dengan lebih baik. Kenali perbedaan antara keinginan dan
kebutuhan. Anda adalah tuan dari uang Anda dan seharusnya Anda mengetahui dan
menyadari kemana saja seharusnya uang tersebut dipergunakan. Semoga ulasan ini
bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar